Powered By Blogger

Kamis, 04 Januari 2018

LOS FELIDAS

Los Felidas adalah nama sebuah jalan di salah satu ibu kota negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh di seluruh kota . Ada sebuah kisah Natal yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, Cerita ini dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa IA bukan penduduk asli kota itu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.
Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, Tidak sampai setahun di kota itu,mereka sudah kehabisan seluruh uangnya, Hingga suatu pagi mereka menyadari akantinggal dimana malam nanti dengan tidak sepeserpun uang Ada dikantong. Padahalmereka sedang menggendong seorang bayi berumur satu tahun.

Dalam keadaan panik Dan putus ASA, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya Dan tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing dari sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh. Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat di bawah atap toko itu, sang suami berkata: "Saya harus meninggalkan kalian sekarang untuk mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak malam nanti Kita akan tidur di sini." Setelah mencium bayinya IA pergi. Dan itu adalah kata-katanya yang terakhir karena setelah itu IA tidak pernah kembali. Tidak seorangpun yang tahu dengan pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika. 
Selama beberapa Hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangansuaminya, Dan bila malam menjelang ibu Dan anaknya tidur diemperan toko itu.Pada Hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewatmulai memberi mereka uang kecil, Dan jadilah mereka pengemis disana selama 6bulan berikutnya.
Pada suatu Hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja. Persoalannya adalah di mana IA harus menitipkan anaknya yang kini sudah hampir 2 tahun, Dan tampak amat cantik. Keliahatannya tidak Ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu di situ seraya berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka.
Suatu pagi IA berpesan pada anaknya, agar IA tidakpergi kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau yangmenawarkan gula-gula. Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungandengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. "Dalam beberapa Hari mamaakan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, Dan Kitatidak lagi tidur dengan angin dirambut Kita". Gadis itu mematuhi pesanibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimanamereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, Dan membaringkan anaknyadengan hati-hati di dalamnya, di sebelahnya IA meletakkan sepotong roti,kemudian, dengan Mata basah ibu itu menuju kepabrik sepatu, dimana IA bekerja sebagaipemotong kulit. Begitulah kehidupan mereka selama beberapa Hari. Hinggadikantong sang Ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintudi daerah kumuh tsb.
Dengan suka cita sang Ibu menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota . Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya Dan membawanya kesebuah rumah mewah di pusat kota . Di situ gadis cilik itu dijual. Pembelinya sepasang suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.
Suami istri dokter tsb memberi nama anak gadis itu Serrafona, mereka memanjakannya dengan amat sangat. Di tengah-tengah kemewahan istana gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi Dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, Dan mengendarai Mercedes Benz ke mana pun IA pergi. Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya, Dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat.
Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagaianak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktifdigereja, Dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian Setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih bernama Geraldo. Setahun setelah perkawinan mereka,ayahnya wafat. Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dengan istana yang paling megah di kota itu.

Menjelang Hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupannya. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang Ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi. Di laci meja kerja ayahnya, IA menemukan selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, Dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam. Sesuatu di telinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar Dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian IA membuka lemarinya sendiri lalu mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Di antara benda-benda mewah itu tampak sesuatu yang terbungkus oleh kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan Dan bukan terbuat dari emas murni. Almarhum ibu memberinya benda itu dengan pesan untuk tidak menghilangkannya. Ia sempat bertanya, kalau itu anting, dimana pasangannya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting itu di dekat foto.

Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang. Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, dengan senyum yang dibuat-buat, belum pernah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya. Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat dibenaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya Dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dingin sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.
Ketika ia keluar dari kamar Matanya basah. Ia pun menghampiri suaminya, "Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu sekarang masih Ada di jalan setelah 25 tahun?" Ini semua adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian di seluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekaspejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, penerbit surat kabar Dan kantor catatan sipil.Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.
Bulan demi bulan telah berlalu, tetapi belum  ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidakpunya pikiran untuk menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian,mereka terus menerus meningkatkan pencarian. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi ia tahu,entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian.
Saat itu waktu sudah memasuki masa menjelang Natal . Seluruh negeri bersiap untuk menyambut hari kelahiran Kristus, Bahkan untuk kasus Serrafona-pun, orang tidak lagi menaruh perhatian utama. Melihat pohon-pohon terang mulai menyala disana-sini, mendengar lagu-lagu Natal mulai dimainkan di tempat-tempat umum, Serrafona menjadi amat sedih. Pagi, siang dan sore ia berdoa: "Tuhan, saya bukannya tidak berniat merayakan hari lahir-Mu, tapi ijinkanlah saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup ini 'pertemukanlah saya dengan ibu' ".
Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar ada seorang wanita yang mungkin dapat membantu mereka menemukan Ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ke tempat wanita itu berada, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Sekali melihat,mereka tahu wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil di tepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu. Tidak banyak yang diingatnya, tapi di luar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan di mana ia mennculik gadis kecil itu. 
Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang. Malam itu juga mereka mengunjungi kota di mana Serrafonna diculik, mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa Ibunya masih hidup dan sedang menunggunya. Ia tetap tidak tahu jawabannya.
Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staffnya. "Tuhan Maha Kasih nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan,kami mungkin telah menemukan ibu nyonya, hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak terlalu banyak lagi." Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, di pinggiran kota yang kumuh. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main di tepi jalan dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi ke jalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi ke jalanan berikutnya yang lebih kecil lagi.Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan.
Tubuh Serrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. "Cepat,Serrafonna, mama menunggumu, sayang". Ia mulai berdoa: "Tuhan beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja untuknya". Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: "Tuhan beri saya sebulan saja". Mobil masih berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: "Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan".
Ketika mereka masuk dibelokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas, panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung ke ujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan kantong-kantong plastik,dan ditengah-tengahnya terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak.
Mobil mereka berhenti di antara 4 mobil mewah lainnya Dan 3 mobil polisi, di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis-pengemis yang segera memenuhi tempat itu. "Belum bergerak dari tadi." lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun dari Mobil, suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. "Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu." Serrafona memandang tembok di hadapannya. Ingatan semasa kecilnya kembali menerawang saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan kembali terlintas bayangan ketika IA mulai belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkannya pada masa kecilnya.
Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat. "Tuhan", ia meminta dengan seluruh jiwa raganya,"Beri kami sehari,Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberinya tahu bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Sehingga mama tidak sia-sia pernah merawat saya".
Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya, wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arahmobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri di saat ia masih muda. "Mama....", ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang selama ini ditunggunya tiap malam dan setiap hari - antara sadar Dan tidak kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas, dengan perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting yang sudah menghitam.Serrafona mengangguk Dan menyadari bahwa itulah pasangan anting yang selama ini dicarinya dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya. "Mama, saya tinggal di istana dengan makanan enak setiap hari. Mama jangan pergi, Kita bisa lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur apapun juga........ Mama jangan pergi........"
Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: "Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan..... satu jam saja.......satu jam saja....." Tapi dada yang didengarnya kini sunyi,sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan  bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.


DIKUTIP DARI : http://www.dsmn-api.org/apps/blog/show/41857703-kisah-inspiratif-kesetiaan-di-malam-natal

Senin, 30 Oktober 2017

SEBUAH KISAH


30 Oktober 2006 (Yogyakarta)
Hari masih pagi dan hari itu jadwal saya off di tempat kerja. Seperti biasa tempat kumpul di saat off adalah Parangtritis, tempatnya Om Pit. Karena itu sejak kemarin saya sudah di sana. Teman2 yang lain pun sudah di sana sejak hari sabtu dan minggu. Dan kabar itu pun dating. Sekitar jam 9 pagi ada telepon dari rumah yang mengatakan bapak sudah meninggal. Rasanya tidak percaya. Karena tidak secanggih sekarang yang handphone mudah didapat, akses informasi sangatlah gampang melalui media social, makanya saya memutuskan telepon ke rumah dari sebuah warnet, dan memang betul adanya bapak sudah meninggal. langit seperti hampir runtuh, dunia serasa gelap. Saya menangis sejadi-jadinya seorang diri di kamar. Tak percaya Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat. Jarak yang begitu jauh tak mungkin dapat membuat saya cepat pulang ke kampung.
Dengan segera saya menuju toko dan memohon kepada pimpinan untuk mengambil gaji saya lebih awal. (biasanya gajian tanggal 1). Mendengar alasan saya pimpinan mengabulkan permohonan saya dan memberikan gaji saya. Kalau tidak salah gaji waktu itu Rp. 680.000. tanpa menunggu lama saya segera menuju tempat pemesanan tiket pesawat Surabaya-Kupang. Jadwal yang tersedia tanggal 31 Oktober pukul 19.00. saya pun memesan tiket tersebut seharga Rp. 640.000. sekarang bagaimana caranya saya bisa mendapat uang tambahan untuk makan dan biaya perjalanan. Beruntunglah saya punya teman2 dan saudara yang membantu dengan iklas. Di tanah rantau memang kita selalu merasa seperti saudara. Tanggal 30 Oktober 2006 kira2 jam setengan 12 malam saya diantar Om Pit ke Terminal, selanjutnya menumpang bus dari Yogyakarta ke Surabaya. Sepanjang perjalanan hatiku kacau balau. Berharap cepat sampai di rumah dan bertemu keluarga terlebih bisa melihat bapak untuk yang terakhir kalinya. Sekitar jam 3 subuh bus sampi di Solo dan saat itu saya mencium bau obat (rumah sakit). Menurut keyakinan saya mungkin bapak tau saya dalam perjalanan makanya beliau melihat saya. Saya Cuma bergumam dalam hati bahwa sebelum mulai misa penguburan saya sudah berada di rumah.
31 Oktober (Surabaya)
Jam 7 pagi bus yang saya tumpangi memasuki terminal Bungurasih Surabaya. Terima kasih Tuhan akhirnya bisa sampai di Surabaya. Dalam kebingungan saya hendak mencari sarapan, datanglah seorang bapak dan bertanya dengan nada sopan “Mau ke mana de?” “Ke bandara. Tapi mau sarapan dulu” kata saya. Dengan setia bapak yang tadi menunggu saya sampai selesai sarapan. Melihat wajah saya yang dari tadi terus murung, bapak tadi bertanya “tujuan kemana de, dan ada apa. Dari tadi kelihatan murung aja” “Kupang. Ada kedukaan pak. Bapak saya meninggal” saya menjawab dengan sopan. “pesawat nanti malam jam 7. Sekarang masih jam 9 pagi. Yakin bisa menunggu selama itu di bandara” kata bapak itu lagi. “pasti bisa pak”. Segera bapak tersebut menuntun saya ke sebuah taxi yang warnanya kuning pudar. Ternyata dugaan saya salah, karena bukan bapak tersebut sopir taxinya. “ini ada penumpang mau ke bandara. Orang tuanya meninggal” pesan bapak tersebut kepada sopir dalam bahasa Jawa dengan logat Jawa Timur yang khas. Tanpa menunggu lama kami pun segera menuju bandara. Sesampainya di bandara saya hendak mengambil uang untuk membayar taxi tapi sopirnya langsung belok taxinya dan pergi. Saya jadi heran mengapa orang yang baru saya kenal begitu saja membiarkan penumpangnya turun tanpa menagih tariff taksinya. Mungkin dia lupa? Mungkin saja. Tapi di sini saya merasakan pertolongan Tuhan. Dia menolong kita di waktu yang tidak kita duga. Apalagi uang saya pas pasan. Waktu terasa begitu lambat. Tapi akhirnya sampai juga waktu yang din anti. Jam 7 malam Batavia Air terbang dari Surabaya menuju Kupang. Setelah penerbangan kurang lebih 3 jam akhirnya sampai di Kupang.
31 Oktober 2006 (Kupang)
Setelah pesawat mendarat di Bandara El tari Kupang, tanpa menunggu lama saya menuju taxi service. Ternyata itu taxi terakhir di bandara yang  membawa penumpang dan sudah ada penumpangnya. Beruntung bagi saya karena penumpang di dalamnya menawarkan untuk berdua di taxi dengan catatan dia lebih dulu yang diantar dan sebuah kebetulan karena tujuan kami sama yaitu ke terminal bus Oebufu dan juga sama2 hendak menuju Atambua. Lagi-lagi saya merasakan pertolongan Tuhan yang luar biasa. Sesampainya di terminal bus tinggal 1 lagi dan akan segera berangkat. Tanpa menunggu lama kami segera menuju bus yang sebentar lagi sudah bergerak meninggalkan kota Kupang menuju Atambua.
1 November 2006 (Atambua)
Jam 4 subuh bus yang saya tumpangi memasuki Kota Atambua. Suasana kota masih sepi karena belum ada aktifitas yang berarti. Saya meminta untuk diturunkan di terminal bus, tapi saran dari sopir bagusnya di depan toko Gajah Mada saja, biar bisa dapat trayek pertama mikrolet ke Betun jadi bisa lebih cepat sampai di kampung.  Dan benar saran sang sopir. Tanpa menunggu lama datang trayek pertama mikrolet menuju Betun. Dengan pasti saya masuk ke dalam mobil, tapi hati saya makin gundah gulana, membayangkan bagaimana rasanya sampai di kampong, melihat orang banyak, tenda dan mendengar tangisan duka dari keluarga. Sampai di Betun saya memilih menggunakan ojek untuk terus ke kampong. sekitar jam 9 pagi saya sampai di muka rumah. Semua mata tertuju padaku, dengan tatapan penuh luka dan duka. Tak dapat menahan jatuhnya air mata saya berlari menuju rumah menangis sejadinya melihat tubuh bapak yang kaku tak berdaya di dalam peti. Semua keluarga sontak memeluk saya sambil menangis. Ina memeluk kaki saya sambil menangis di samping peti mati. Sebuah rasa duka yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Namun curahan air mata sedikit melonggarkan rasa sesak di dada. Saya teringat bapak menelpon saya, Tanya posisi di mana. Saya bilang di kost. Bapak bilang bapak lagi di tambak, lagi tunggu air pasang untuk tambah air di tambak. Itu terkahir kali saya mendengar suara bapak yang terkasih. Misa penguburan di mulai sekitar jam 11. Tangisan kami lebih keras kala Yanri membacakan ungkapan dukacita. Selamat jalan bapak. Sampai berjumpa di Yerusalem baru.
Kini tak terasa 11 tahun telah berlalu. Kami hanya yakin dan percaya bahwa apa yang Tuhan buat baik adanya. Dia yang yang berkuasa atas kehidupan dan kematian kita. Kelahiran adalh bukan soal memilih tapi menerima, seperti itu juga kematian. Terima saja dengan iman, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.
Rindu kami selalu untuk bapak, walau hanya lewat doa dan pasang lilin.   


Kamis, 03 November 2016

Renungan : Hidup Penuh Kebahagiaan

Di sebuah kota ada seorang anak muda baru saja mewarisi kekayaan orangtuanya yang sangat banyak. Sampai sulit menghitung dan menghafalnya secara pasti. Ia senang sekali dan segera menjadi sangat terkenal sebagai anak muda kaya raya. Seperti biasa, orang-orang pun berlomba-lomba ingin menjadi kawannya. Maka kehidupannya pun bergelimangan harta dan teman-teman berkelimpahan.

Waktu pun berjalan sangat cepat, pelbagai kegiatan dan pesta telah terselenggarakan. Suatu saat, tanpa ia sadari harta dan uangnya sudah sangat menipis. Ternyata harta bendanya tidak bertambah, tidak berkembang, tidak ada usaha yang dijalankan. Ia hanya bisa menghabiskan, menghabiskan, dan menghabiskan uang itu.

Ketidakmampuan pemuda ini mengelola uang membuat harta dan uangnya habis hanya dalam jangka waktu yang tidak lama. Satu per satu kawannya pun menjauhi dirinya. Tidak ada lagi orang yang mau berteman dengannya. Tiada kekayaan, tiada persahabatan.

Ketika ia benar-benar jatuh miskin dan sebatang kara, ia pun mendatangi seorang Pastor. Pastor itu adalah seorang wali baptisnya yang terkenal dengan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Pada masa itu orang-orang bijak seperti ini sering dijadikan sumber nasihat.

“Bapak yang baik, harta kekayaan saya yang begitu banyak sudah habis, dan kawan-kawan pun meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?” keluh pemuda itu pada sang Pastor.
“Jangan khawatir. Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia ...," jawab si Pastor . Pemuda itu gembira bukan main. Ia membayangkan kejayaannya akan berulang.
“Jadi saya akan kembali kaya pastor?”

Pastor  menjawab, “Bukan begitu maksudku. Kau salah tafsir. Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman.”

Duniawi hedonis korupsi membuat kita menjadi orang yang hebat secara materi, tetapi di saat ambang kebangkrutan tidak ada seorangpun yang akan menolongmu. Jadilah sederhana yang sesuai dengan kebutuhan, cukup, dan tidak menanggung banyak beban. Nikmati kesederhanaan hidup bersama Tuhan dengan kejujuran.  Hidup kita pasti bahagia. 

BICARA PADA DIRI SENDIRI

Bicara pada Diri Sendiri
Tahukah kita bahwa orang bisa melakukan 50.000 kali self talk dalam sehari?
Namun sayangnya 80% orang yg melakukan selftalk mengatakan hal² negatif pada dirinya sendiri.
Bahkan tanpa kita sadari, kita selalu memarahi, menyalahkan, mengutuk, & mengatakan hal² buruk tentang diri kita.
Itu berarti bila kita senantiasa Mengatakan hal yg buruk terhadap diri sendiri, maka cepat atau lambat kita akan memakan buah dari perkataan kita.
Jadi mulailah cek diri kita sendiri…
Jika hari ini kita merasakan suatu kehidupan yg tidak sehat, tidak bahagia, jauh dari keberhasilan, mungkin tanpa sadar kita sudah ber-kata² tentang hal yg negatif pada diri kita.
Kita berkata “Hidupku memang tidak pernah berjalan baik.
Kesehatanku selalu buruk.
Karirku tak akan bisa berkembang meskipun aku sudah berusaha keras.
Saya tak akan dapat maju seperti yg lain, karena saya memang tidak mempunyai kemampuan seperti kebanyakan orang.”
Bila kita terus menerus mengucapkan kata² demikian, bahkan di tambah lagi dgn menganggap diri kita sendiri kecil, tidak berguna, tidak bisa berbuat apa², maka jadilah kita seperti apa yg sering kita katakan.
Marilah Mengubah Kebiasaan yg tidak menguntungkan tsb.
Sebaliknya, mulailah memberkahi diri sendiri dan katakan,
Hari ini adalah hari yang luar biasa
Sukses , kemakmuran dan kelimpahan selalu menyertai hidup saya.
Saya bahagia
Saya sehat
Saya kaya
Saya aman
Saya berharga
Saya positif
Saya diberkati
Saya bersyukur
Saya orang yang menarik
Saya percaya diri
Saya pemberani
Saya bersemangat dan saya dicintai
Sumber: alizon.

DI COPY DARI : facebook Komunitas Bunda Suci
https://www.facebook.com/BMSPS/

Jumat, 21 Oktober 2016

Romansa Kehancuran

Romansa Kehancuran Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Hari itu, aku tertatih. Tidak jelas aku sedang berada di mana. Samar-samar seperti di tengah-tengah antara sorga dan neraka. Tunduk, tengadah, bahkan sesekali kepalaku menengok ke arah kanan, kiri dan belakang. Aku berdiri di tengah-tengah dimensi hidup penuh khayal. Kepalan tanganku gusar dengan urat nadi yang tampak tegang. Dunia itu merogok dalam-dalam tenggorokanku sampai ke hulu hati, nafas sesak, denyutan pompa darah di jantungku keras, lebih keras, dan semakin keras. Aku larut dalam sugesti kecemasan dan rontaan kebingungan.

Waktu itu sebuah tangan menepuk pundakku sebelah kanan. Seketika aku menoleh ke arahnya. Tampak ku lihat sesosok manusia misterius berpakaian putih, hampir mirip kakekku yang telah lama tiada. Tanpa sapa dia berkata.
“Lihatlah hai anak muda, pandanglah sorga di belakangmu, begitu indah, asri, dengan hiasan bunga mawar mengitari pegunungan-pegunungan tinggi di sana. Sumber kehidupan yang bergelimang, rona-rona cahaya bintang berdansa dengan pepohonan.”
“Siapa kau kek? Apa maksud perkataanmu tadi?” sambut tanyaku.
“Apa
... baca selengkapnya di Romansa Kehancuran Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Rabu, 19 Oktober 2016

Menunggangi Paradoks

Menunggangi Paradoks Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Anda ingin lebih kreatif dan tampil impresif? Kalau cuma mau impresif, mintalah gendong Rupert Murdoch, raja media dunia, News Corporation, yang pada tahun 2008 saja konon pendapatannya US$ 33 miliar. Kalau gamang dengan itu, atau malah ribet, tunggangi saja kekuatan paradoks, maka Anda akan mendapat keduanya.

Kedahsyatan paradoks terletak pada kesan pertamanya yang seakan-akan kontradiktif, tapi sesungguhnya berjalan seiring. Kalau Anda bisa menungganginya, dahsyat Anda.

Karena hakikatnya yang “terkesan kontradiktif padahal nyatanya tidak” itu, paradoks tidak langsung kasat mata. Itu pula sebabnya, paradoks biasanya hanya kita dijumpai di kedalaman pengalaman yang telah direfleksikan. Karena itu, paradoks banyak sekali ditemukan di ranah kebijaksanaan. Dalam khasanah kebijaksanaan itu, pengetahuan mengenai hal-hal yang bersifat paradoksal biasanya naik ke level wisdom. Fokus tatapan dan refleksi Anda ke arah itu akan mengasah Anda menjadi lebih kreatif, atau lebih cerdas, atau lebih “dalam dan bijak”, atau malah ketiga-tigan
... baca selengkapnya di Menunggangi Paradoks Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu